Baca Juga : Sejarah dan Asal usul Kelayu, Lombok Timur, NTB
Bale malang dibangun sekitar akhir abad ke 14 semasa selaparang hindu. Dalam catatan para pengukir sejarah, bale malang didirikan setelah gunung rinjani meletus, setelah mereka atau para penduduk mengungsi meningalkan sembalun untuk mengindari aliran lava panas yang sangat dahsyat.
Setelah mengungsi sekian tahun lamanya, saat kondisi di pandang aman, ternyata hanya 7 ( tujuh ) pasang orang atau tujuh pasang kepala keluarga yang dapat kembali ketempat semula, lalu mereka kembali membangun tempat mereka yang telah porak poranda oleh letusan gunung rinjani.
Mereka tidak mengetahui secara pasti tempat banguan yang mereka tinggalkan mengungsi. Maka di tempat inilah mereka mencoba menata kehidupan kembali seadanya,walaupun mereka hidup serba sederhana dan dengan segala keterbatasannya, ketujuh orang kepala keluarga inilah yang pertama – tama mendiami gumi sembalun pasca meletusnya Gunung Rinjani sebagai generasi sembalun ke dua.
Bale Malang ini dalam keberadaannya memang khusus di buat untuk tempat bertuah. Ada nasihat yang terus hidup jika tidak ingin melupakannya dibalik keberadaan bale malang. Yaitu dalam setiap pertemuan di bale malang selalu ada nasehat dan wejangan yang isinya :
1. Kalian harus selalu patuh kepada sesame da taat terhadap pemimpin.
2. Kalian harus selalu menanamkan semangat Sangkabira , yang berarti tolong – menolong , saling bantu membantu, dan suka bekerja sama dalam menghadap setiap kesuliatan dalam kehidupan.
3. Kalian harus senantiasa bekerja keras dan tidak boleh cepat putus asa. Inilah patuah yang selalu di ajarkan pada anak – anak mereka sampai akhirnya mereka bertujuh menyepakati untuk kembali bersama – sama ke Desa Bleq desa asal mereka.
Desa Bleq menurut mereka tidak boleh di amba maupun di kurangi dari jumla tujuh buah rumah, namun mereka masih dalam kebingungan bagaimana cara membuat rumah seperti yamg mereka pada harapan. Dan pada saat mereka kebingungan inilah datang dua orang yang mereka tidak kenal, kelak yang akan membawa perubahan besar bagi ketujuh paangan manusia sembalun ini.
Sisi Lain Bale Malang Sembalun
Pada akhir abad ke-14, ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk terpaksa harus pergi meninggalkan desa menghindari aliran lava panas. Setelah sekian lama, hanya tujuh pasangan yang kembali ke desa. Mereka membangun kembali desa dengan segala keterbatasannya. Desa itu kemudian disebut Beleq yang berarti desa besar atau desa induk.
Namun, untuk keduakalinya Desa Beleq ditinggalkan warganya yang mencari penghidupan di tempat lain. Meski akhirnya mereka kembali dan membangun tujuh rumah di sana. Ketujuh rumah tersebut dibangun menghadap ke utara. Sebuah rumah lagi dibangun menghadap ke timur. Rumah ini dikenal dengan nama bale malang. Sesuai kesepakatan mereka, jumlah rumah di desa ini tak boleh ditambah maupun dikurangi.
Selain tujuh buah rumah adat yang bentuknya serupa, di ujung timur dan barat terdapat dua bangunan lain yang ukurannya lebih kecil dengan empat tiang tinggi sebagai penyangganya. Itu adalah lumbung. Sebuah tangga kayu terpasang untuk memudahkan orang naik dan masuk ke dalam lumbung. Di bagian bawah lumbung terdapat tempat yang disediakan untuk duduk-duduk.
Ketujuh rumah adat di Desa Beleq ini memiliki kesamaan. Baik bentuk, ukuran, maupun bahan pembuatnya. Ketujuh rumah adat itu memiliki filosofi sebagai pengingat, bahwa ke arah itulah umat muslim yang meninggal akan dibaringkan di dalam liang lahat.
Filosofi Pintu
Pintu masuk ke rumah yang sengaja dibuat rendah itu juga mengandung filosofi bahwa tamu harus menunduk kalau masuk ke dalam rumah untuk menghormati sang tuan rumah. Bagian dalam rumah hanya terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang utama dan kamar untuk anak perempuan yang telah beranjak remaja.
Sayangnya, rumah adat di Desa Beleq ini dibiarkan kosong tanpa penghuni. Penduduk desa tinggal di luar pagar yang membatasi desa adat ini. Meski kondisi rumah-rumah adatnya masih sangat terawat karena memang ada yang menjaga, tapi tetap saja rasanya ada yang kurang.
Sebagai desa yang menjadi cikal bakal Sembalun, desa yang namanya cukup terkenal di kalangan pegiat traveling ini seolah telah kehilangan ruh-nya. Padahal saya berharap bisa melihat kehidupan dan aktivitas sehari-hari warga di desa adat ini.
Ya, mungkin saya terlalu banyak berharap. Tapi setidaknya, saya ingin melihat kehidupan suatu desa sebagaimana mestinya, bukan sekadar jejak peninggalan leluhur seperti yang terlihat sekarang.
Sumber Pustaka :
- Rosdiana, Traveller/blogger/tinggal di Batam - www.adventurose.com
- http://surabaya.tribunnews.com/2016/01/20/beleq-cikal-bakal-sembalun-itu-akhirnya-ditinggalkan-selamanya.
- Sejarah Asl-usul Sembalun