Sejarah dan Asal usul Sembalun - BAGIAN 2

SEMUA TENTANG SEMBALUN : Sebelum pergi meninggalkan sembalun, Raden Harya Pati dan Raden Harya Mangunjaya memperingatkan kepada mereka akan menghadapi banyak tantangan daan cobaan serta peperangan – peperangan . mereka di yakinkan pula bahwa dalam menghadapi kesemua itu mereka pasti akan mendapatkan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Akhirnya merekapun terus melanjutkan pembangunan tujuh rumah di Desa Beleq. Dari waktu kewaktu merekapun berkembang biak , sehingga tidak memungkinkan untuk semuanya hidup dan berketurunan di Desa Beleq , karana dengan mentaati ketentuan sebelumnya bahwa di lokasi Desa Beleq tidak boleh menambah ataupun mengurangi bangunan rumahnya, merekapun memutuskan untuk mencarai lokasi baru untuk membangun pemukiman yakn di Gubuk Rumpang ( Bale Malang ) sebagian lagi kearah selatan di wilaah desa Sembalun Bumbung sekarang.


Sebagaimana yang telah di peringatkan oleh Raden Harya Pati dan Raden Harya Mangunjaya dengan akan adanya cobaan dan peperangan. Ternyata kemudian terjadilah peperangan melawan iblis , peperangan ini di lakukan dengan senjata menggunakan ketopat, sesungguhnya secara simbolik mereka melakukan perang – perangan di antara mereka denga saling lempar mengunakan ketopat.

Perang – peperangan menggunakan ketopat ini pada perkembangannya menjadi suatutradisi masyarakat yang disebut perang topat yang di lakkan pada setiap acara ngayu – ayu di desa Sembalun. Setelah melakuan perang topat untukkesekian kalinya , penduduk sembalun kembali menghadapi peperangan selanjutnya yaitu perang Panah Racun.

Dalam perang ini masyarakat sangat kebibgungan, karna mereka tidak berhadapan langsung dengan iblis, tetapi yang mereka hadapi adalah berupa hama tanaman . sebagian besar masyarakat gagal dalam mengelola tanamannya karna diganggu oleh hama penyakit yang mereka akini adalah kiriman iblis, untuk menghadapi peperangan ini mereka di tolong oleh Raden Patra Guru dengan menyuruh untuk menggunakan obat penawar racun yang berupa air di peroleh dari mata air Timba Bau.


Seyogyanya dalam hal ini mereka melaksanakan upacara yang di sebut BIJA TAWAR, yaitu upacara member obat penangkal pada bibit tanaman, terutama bibi padi. Setelah menghadapi dua jenis peperangan ini masyarakat sembalun kembali menghadapi perang Bala. Dalam petaka peperangan ini yang diserang adalah penduduk dengan penyakit kolera,ketika masyarakat menghadapi peperangan ini , di antara penduduk satu sama lain sangat sulit untuk tolong menolong disebabkan oleh ganasnya wabah tersebut, dalam peperangan inimereka di tolong oleh Raden Harya Pati, Raden Harya Mangunjaya,Raden Ketip Muda,Raden Patih Jorong ,Raden Patra Guru, ke enam orang yang sakti ini betindak sebagi pemimpin peperangan mereka.


Berkat banuan dari keenam orang ini masyarakat akhirnya dapat hidup sebagai mana layaknya. Mereka kemudian dapat membangun rumah sesuai dengan harapan mereka sebelumnya, setelah selesai membangun secara pelahan – lahan kehidupan mereka mulai membaik . sebagi ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa mereka kemudian menyembeleh lima ( 5 ) ekor kerbau, dengan cara satu ekor di potong sebelah barat, satu ekor d potong sebelah timur, satu ekor di potong selatan , satu ekor di potong sebelah utara dan tepat di tengah tengah empat penjuru mata angin di potong satu kerbai dengan kesemuanya berjumlah lima ekor kerbau. Di tempat yang baru ini hidupan kehidupan mereka semakin membaik dan sejahtera, pertambahan penduduk semakin cepat, kemudian mereka mulai menata kehidupan bersama di pimpin oleh empat sekawan ahli agama dan adat yang di sebut “titiq” dengan pembagian tgugas masing – masing :

1. Titiq Islamin dipercaya sebagai kiyai dengan tugas melakukan pembinaan mental spiritual atau mengurus bidang keagamaan,

2. Titiq Kertanegara dipercayakan sebagi pembekel yaitu dengan tugas memmpin pemerintahan adat, mengurusi social kemsyarakatan penduduk.

3. Titiq Bagia di percaya sebagai pemangku adat atau pmpinan kerama desa yang bertugas untuk menegakkan awiq – awiq dan sangsi –sangsi pelanggaran adat.

Pembagian tugas inilah sebagi dasar orang sembalun alam rangka melaksanakan kehidupan bermasyarakat harus menjunjung tinggi syari’at agama disamping selalu menjunjung tinggi adat istiadat,serta senantiasa saling menghormatidan mentaati pemimpinya.

Dalam struktur kemasyarakatan orang sembalun ada keunikan dalam pelapisan social berupa pembagian kasta – kasta, disembalun kita tidak dapatkan menak , non menak ,bangsawan atau bukan bangsawan menurut orang sembalun bahwa semua manusia sama kedudukannya di adapan Tuhan.

Karenanya an ada hana goloa Amaq dan inaq saja. Golongan masyarakat biasa sampai sekarang yang masih di antut adala sebutan “ Pe “ bagi pejaba pemerintah. Bagi mereka yang di angkat menjadi prabekel, sebagi pejabat pemerintah seperti jabatan kepal desa ( pemusungan ) atau kepala Dusun ( kliang ) , diberikan sebah penghormatan /penghargaan non gelar yakni “ Pe “ tetapi sebutan itu akan berlaku bagi keturunannya apabila da tidak mejadi pejabat pemerintahan.

Dalam kaitana dengan struktur masyarakat yang demikian itu , menyebabkan tidak adana penggunaan bahasa halus dan kasar dalam pergaulan masyarakat sembalun, tentunya hal ini akn sangat berbeda dengan tempat lainya di pulau Lombok khususnya dan diseluruh nusantara pada umumnya , penggunaan kata halus dan kasar menurut orang sembalun adalah hanya di gunakan menurut usia , entunya yang muda akan menghormati lawan bicaanya yang lebih tua usianya. Misalnya < Mau kemana ( Bhs Indo ) – kepada orang yang lebih tua di katakana : Gin pe kembe , kepada orang sebaya : Gintu Kembe / gin Ta kembe, kepa orang yang lebih muda : Gin da kembe / gin bi kembe ( perempuan ) gin mek kembe ( laki – Laki ). Adapun bahasa sasak yang d gunakan oleh masyarakat sembalun adalah bahasa sasak dengan dialek standar “ nggto-nggute “hamper mirip engan dialek standar “ kuta – kute “ seperti ang di gunakan masyarakat komunitas Bayan.