JUWITOUR SASTRA. Sahabat, ini adalah sambungan rintian novel yang menceritakan antara kehidupan nyata dan ghaib. Banyak kandungan moral didalamnya.
Hingga ketika kelak ia lahir. Novel ini berdoa, Para Bidadari menghentikan tangisnya untuk pulau yang juga membuat mereka tertarik. Lombok.
Dalam wasiat renungan masa. Maulana Syaikh KH. Zainudin Abdul Majid pernah berkata, bahwa, beliau sedih karena ummat disebuah tempat yang disebutkannya, banyak yang meninggalkan ajaran agama Islam.
Hingga beliau berwasiat, agar kita berpegang teguh dengan pokok NW, Iman dan Taqwa. Dengan tokoh yang berbeda. Ada Antih, Ada Saciko dan Saudara kembarnya, ada pula seorang Pemuda dan para figur yang berjasa. Novel ini banyak mengambil dan menebarkan hikmah dibalik wasiat tersebut. Selamat membaca.
Baca Starnya Disini
~~~
Lain alam ghaib, lain pula alam nyata, bagi manusia. Di alam ghaib ada Antih dan ratunya yang sedang menyusun strategi untuk sebuah ikhtiar. Di alam nyata ada manusia yang sedang menjalankan aktifitasnya. Waktu itu mentari masih belum waktunya menyinari bumi.
Maka, ada seorang pemuda, seperti biasa, selesai shalat Shubuh, menekan tombol power di beranda laptop. Bersama hadiah modem dari salah satu perusahaan seluler yang selalu terpajang nikmat dalam vagina usbnya.
Pemuda itu adalah seorang cleaning servis yang didaulat oleh almamaternya, pasca 2 tahun lulus dari sekolah itu. Pemuda itu ikhlas menjadi cleaning servis demi organisasi yang dirintisnya di sekolah tempat Saciko sang target alam ghaib. Pemuda ini juga pernah sekolah disana.
Bagi saciko dan pemuda itu, Almamaternya lumayan egois dan apatis. Almamaternya yang sangat dicintai. Sayangnya, pemanjaan karakter sebagian sumber daya manusia disana hanya menjadikan sekolah sebagai lokasi mencari makan. Jarang peduli, dan entahlah.
Itulah sebabnya bahwa bulan itu ada event besar menulis cerita pendek tingkat SMA/MA/SMK, yang enggan digubris oleh sekolah itu. Hingga membuat pikiran pemuda itu tertuju kesana. Pemuda itu kemudian menuliskan 6 (enam) huruf. “C.E.R.I.T.A”
Belum lengkap menulis cerita sesuai tujuan browsing, ia terkejut dengan beberapa judul yang muncul.
“Oh.. akh.. ukh…” dering tulisan itu.
Membuat pemuda itu terusik tergelitik. Ia terbawa arus untuk membacanya. Senjata rahasianya perlahan berdiri tegang. Belum sampai kelimaks, telepon berdering.
“Halo, Assalamualikum,…
“Ada apa dik, pagi-pagi sekali,…”tanya pemuda itu.
Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya desahan tangis yang kemudian disambut bunyi tut, tut, tut. Penasaran dengan suara itu, ia kemudian menelpon balik dan akhirnya Sachiko Humanis nama adik kelasnya menjawab tersedu.
“Ada apa dik, kok pagi-pagi gini cengeng,” tanyanya.
“Kakak datang segera, hiks,hiks,hiks,” suaranya terbata.
“Kemana, masih gelap nih,
“Cepat kak, nanti keburu banyak yang datang, adik di ujung utara pantai Labuan Haji kak,” jawab saciko memelas.
“Emang ada, apa?. Ini pasti gara-gara adik keluar tadi malam. Kalian dugem dimana sih?
“Tut,,,tut,,,,tut,,,,suara HP dimatikan.
Selang tak lama, muncul SMS, “jangan lupa bawa baju n celana cewk kak!”. Pemuda itu semakin terkejut.
****
Sachiko Humanis, adalah nama yang diberikan Lalu Emzet untuk salah satu adik binaanya yang girang gati menumpahkan airmata dipundaknya, karena multi broken yang dihadapinya. Nama aslinya bukan demikian, hanya saja nama itu adalah impian seorang kakak, agar ia bisa dewasa dengan masalah yang menimpanya.
Agar suatu hari ia menjadi seorang Sachiko Hamano yang produktif bak pemilik nama yang diplagiatkan untuknya dari negeri Sakura Saciko juga merupakan singkatan dari Samudra Cinta Kompasiana. Dimana Kompasiana merupakan blog jurnalis warga untuk siapa saja yang doyan menulis, mengabarkan berbagai peristiwa dari seluruh penjuru Nusantara.
Di sini, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan. Saciko digelar demikian karena bagi Lalu Emzet, ‘nama pemuda itu’ Saciko memiliki keterampilan menulis.
Keterampilan yang hanya dimiliki oleh insan-insan berjiwa seni dengan berbagai karakter. Saciko diharapkannya suatu saat bisa memacu kebijakan agar pemerintah menyediakan reward yang besar untuk para generasi penulis.
Generasi yang memiliki andil yang besar dalam menebarkan berbagai inspirasi pembangunan. Lalu Emzet juga berharap generasi Saciko mampu membuka mata para pemegang kebijakan, bahwa penulis hari ini banyak yang bertransmigrasi menjadil penulis cerita seks.
Sebuah tulisan lebih sakti daripada penghipnotis bahkan bisa juga penceramah. Cerita nikmat tentang seks yang tertulis, kadang lebih menghipnotis dari sebuah tontonan. Goresan Tinta seorang penulis yang buruk tentu saja akan mendramatisir perilaku publik.
Jika penulis tak diberdayakan, maka masuk dalam sangka pemegang kebijakan memiliki niat jahat yang terindikasi takut dengan bertebarannya para penulis yang dikhawatirkannya mengungkap berbagai hal terkaitnya yang menjadi figure publik.
Namun, prasangka seperti demikian, sangatlah bodoh. Seorang penulis rata-rata visioner. Rata-rata penulis memiliki cita-cita yang besar untuk sebuah kemajuan bersama. Singkatnya menulis adalah fitrah kehidupan. Karena melalui tulisan-lah Kalam Ilahi bisa abadi sampai detik ini.
Kini Sachiko kembali membuat beban, tapi bagi Lalu Emzet, Saciko adalah kepuasaan, karena membantunya adalah anugerah terindah terutama ketika Shaciko bisa tersenyum manis melintasi masa-masa sedihnya.
Sachiko sebenarnya anak yang baik, anak yang berpotensi, anak yang hanya tenggelam karena keadaan. Butuh diberdayakan dibalik segudang masalah yang sulit membuatnya move on.
“Chika Aku sudah di Suryawangi, kamu dimana,? tanyanya dari atas motor buntut warisan orang tua.
“Ya kak, satu kilo ke utara dari pertigaan itu, kakak akan temukan semak-semak. Adik bersembunyi disana, udah kak, adik takut nih,” tut,,tut,,tut…” Kembali hapenya mati.
Lalu Emzet berlari menancap gas, menerjang dingin dan balapan liar bersama matahari yang sebentar lagi muncul di ufuk timur pantai sunrise itu. Perkiraannya tidak meleset. Ditelponnya lagi untuk menemukan jawaban lokasi persembunyian.
Ternyata dibalik semak - semak itu Sachiko telanjang. Bau mulutnya khas minuman keras. Ketika melihat Lalu Emzet, Sachiko berlari plus menangis dan hampir saja menubruk Lalu Emzet. Gadis cantik itu tak berbusana.
“Ups,,,kamu ngapain dik, jangan dekati kakak,” sarannya sambil menutup mata.
“I,,i,,iya kak, mana baju yang kupesan?. Aku benci melihat pakaianku. Aku benci dengan diriku. Aku ingin mati, Aku sudah tak berharga lagi.” teriaknya terisak.
Lalu Emzet segera membuka resleting tas dan melemparkan pakaian itu ke belakang, mungkin tepat kena mukanya. Di posisi yang sama, ia tak teransang sedikitpun dengan pesona tubuh indah gadis itu.
Bagi pemuda itu, hari itu adalah pemandangan pertama melihat cewek bugil secara nyata. Tapi, saat itu, dibenaknya hanya ada rasa kasian, bersama sangka yang belum bertemu jawaban.
Khawatir mentari terbit dan banyak orang melintas sun rise-an, Lalu Emzet berlari segera ke lokasi motor dengan kunci yang belum tercabut. Meninggalkan Saciko yang sedang menutup aurat dengan pakaian Ibu yang dicuri.
Lama menunggunya Ia tak kunjung menghampiri. Khawatir kemudian menengok. Namun penasaran juga karena lama, akhirnya terpaksa. Terkejut bukan kepalang, ternyata Saciko tak ada disana.
Lari dan berteriak memanggilnya, namun tak kunjung ada jawabnya. Lalu Emzet bingung. Lalu Emzet khawatir, terus berteriak sambil mencari jejak. Tak sedikitpun ciri gadis itu berlari, apalagi bersembunyi.
Semak-semak itu amburadul, namun nihil. Coba mencari bekas tragedi yang masih dalam sangka, tak ada jua ditemukan. (Bersambung)
Baca Sambungannnya DISINI
Hingga ketika kelak ia lahir. Novel ini berdoa, Para Bidadari menghentikan tangisnya untuk pulau yang juga membuat mereka tertarik. Lombok.
Dalam wasiat renungan masa. Maulana Syaikh KH. Zainudin Abdul Majid pernah berkata, bahwa, beliau sedih karena ummat disebuah tempat yang disebutkannya, banyak yang meninggalkan ajaran agama Islam.
Hingga beliau berwasiat, agar kita berpegang teguh dengan pokok NW, Iman dan Taqwa. Dengan tokoh yang berbeda. Ada Antih, Ada Saciko dan Saudara kembarnya, ada pula seorang Pemuda dan para figur yang berjasa. Novel ini banyak mengambil dan menebarkan hikmah dibalik wasiat tersebut. Selamat membaca.
Baca Starnya Disini
~~~
Lain alam ghaib, lain pula alam nyata, bagi manusia. Di alam ghaib ada Antih dan ratunya yang sedang menyusun strategi untuk sebuah ikhtiar. Di alam nyata ada manusia yang sedang menjalankan aktifitasnya. Waktu itu mentari masih belum waktunya menyinari bumi.
Maka, ada seorang pemuda, seperti biasa, selesai shalat Shubuh, menekan tombol power di beranda laptop. Bersama hadiah modem dari salah satu perusahaan seluler yang selalu terpajang nikmat dalam vagina usbnya.
Pemuda itu adalah seorang cleaning servis yang didaulat oleh almamaternya, pasca 2 tahun lulus dari sekolah itu. Pemuda itu ikhlas menjadi cleaning servis demi organisasi yang dirintisnya di sekolah tempat Saciko sang target alam ghaib. Pemuda ini juga pernah sekolah disana.
Bagi saciko dan pemuda itu, Almamaternya lumayan egois dan apatis. Almamaternya yang sangat dicintai. Sayangnya, pemanjaan karakter sebagian sumber daya manusia disana hanya menjadikan sekolah sebagai lokasi mencari makan. Jarang peduli, dan entahlah.
Itulah sebabnya bahwa bulan itu ada event besar menulis cerita pendek tingkat SMA/MA/SMK, yang enggan digubris oleh sekolah itu. Hingga membuat pikiran pemuda itu tertuju kesana. Pemuda itu kemudian menuliskan 6 (enam) huruf. “C.E.R.I.T.A”
Belum lengkap menulis cerita sesuai tujuan browsing, ia terkejut dengan beberapa judul yang muncul.
“Oh.. akh.. ukh…” dering tulisan itu.
Membuat pemuda itu terusik tergelitik. Ia terbawa arus untuk membacanya. Senjata rahasianya perlahan berdiri tegang. Belum sampai kelimaks, telepon berdering.
“Halo, Assalamualikum,…
“Ada apa dik, pagi-pagi sekali,…”tanya pemuda itu.
Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya desahan tangis yang kemudian disambut bunyi tut, tut, tut. Penasaran dengan suara itu, ia kemudian menelpon balik dan akhirnya Sachiko Humanis nama adik kelasnya menjawab tersedu.
“Ada apa dik, kok pagi-pagi gini cengeng,” tanyanya.
“Kakak datang segera, hiks,hiks,hiks,” suaranya terbata.
“Kemana, masih gelap nih,
“Cepat kak, nanti keburu banyak yang datang, adik di ujung utara pantai Labuan Haji kak,” jawab saciko memelas.
“Emang ada, apa?. Ini pasti gara-gara adik keluar tadi malam. Kalian dugem dimana sih?
“Tut,,,tut,,,,tut,,,,suara HP dimatikan.
Selang tak lama, muncul SMS, “jangan lupa bawa baju n celana cewk kak!”. Pemuda itu semakin terkejut.
****
Sachiko Humanis, adalah nama yang diberikan Lalu Emzet untuk salah satu adik binaanya yang girang gati menumpahkan airmata dipundaknya, karena multi broken yang dihadapinya. Nama aslinya bukan demikian, hanya saja nama itu adalah impian seorang kakak, agar ia bisa dewasa dengan masalah yang menimpanya.
Agar suatu hari ia menjadi seorang Sachiko Hamano yang produktif bak pemilik nama yang diplagiatkan untuknya dari negeri Sakura Saciko juga merupakan singkatan dari Samudra Cinta Kompasiana. Dimana Kompasiana merupakan blog jurnalis warga untuk siapa saja yang doyan menulis, mengabarkan berbagai peristiwa dari seluruh penjuru Nusantara.
Di sini, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan. Saciko digelar demikian karena bagi Lalu Emzet, ‘nama pemuda itu’ Saciko memiliki keterampilan menulis.
Keterampilan yang hanya dimiliki oleh insan-insan berjiwa seni dengan berbagai karakter. Saciko diharapkannya suatu saat bisa memacu kebijakan agar pemerintah menyediakan reward yang besar untuk para generasi penulis.
Generasi yang memiliki andil yang besar dalam menebarkan berbagai inspirasi pembangunan. Lalu Emzet juga berharap generasi Saciko mampu membuka mata para pemegang kebijakan, bahwa penulis hari ini banyak yang bertransmigrasi menjadil penulis cerita seks.
Sebuah tulisan lebih sakti daripada penghipnotis bahkan bisa juga penceramah. Cerita nikmat tentang seks yang tertulis, kadang lebih menghipnotis dari sebuah tontonan. Goresan Tinta seorang penulis yang buruk tentu saja akan mendramatisir perilaku publik.
Jika penulis tak diberdayakan, maka masuk dalam sangka pemegang kebijakan memiliki niat jahat yang terindikasi takut dengan bertebarannya para penulis yang dikhawatirkannya mengungkap berbagai hal terkaitnya yang menjadi figure publik.
Namun, prasangka seperti demikian, sangatlah bodoh. Seorang penulis rata-rata visioner. Rata-rata penulis memiliki cita-cita yang besar untuk sebuah kemajuan bersama. Singkatnya menulis adalah fitrah kehidupan. Karena melalui tulisan-lah Kalam Ilahi bisa abadi sampai detik ini.
Kini Sachiko kembali membuat beban, tapi bagi Lalu Emzet, Saciko adalah kepuasaan, karena membantunya adalah anugerah terindah terutama ketika Shaciko bisa tersenyum manis melintasi masa-masa sedihnya.
Sachiko sebenarnya anak yang baik, anak yang berpotensi, anak yang hanya tenggelam karena keadaan. Butuh diberdayakan dibalik segudang masalah yang sulit membuatnya move on.
“Chika Aku sudah di Suryawangi, kamu dimana,? tanyanya dari atas motor buntut warisan orang tua.
“Ya kak, satu kilo ke utara dari pertigaan itu, kakak akan temukan semak-semak. Adik bersembunyi disana, udah kak, adik takut nih,” tut,,tut,,tut…” Kembali hapenya mati.
Lalu Emzet berlari menancap gas, menerjang dingin dan balapan liar bersama matahari yang sebentar lagi muncul di ufuk timur pantai sunrise itu. Perkiraannya tidak meleset. Ditelponnya lagi untuk menemukan jawaban lokasi persembunyian.
Ternyata dibalik semak - semak itu Sachiko telanjang. Bau mulutnya khas minuman keras. Ketika melihat Lalu Emzet, Sachiko berlari plus menangis dan hampir saja menubruk Lalu Emzet. Gadis cantik itu tak berbusana.
“Ups,,,kamu ngapain dik, jangan dekati kakak,” sarannya sambil menutup mata.
“I,,i,,iya kak, mana baju yang kupesan?. Aku benci melihat pakaianku. Aku benci dengan diriku. Aku ingin mati, Aku sudah tak berharga lagi.” teriaknya terisak.
Lalu Emzet segera membuka resleting tas dan melemparkan pakaian itu ke belakang, mungkin tepat kena mukanya. Di posisi yang sama, ia tak teransang sedikitpun dengan pesona tubuh indah gadis itu.
Bagi pemuda itu, hari itu adalah pemandangan pertama melihat cewek bugil secara nyata. Tapi, saat itu, dibenaknya hanya ada rasa kasian, bersama sangka yang belum bertemu jawaban.
Khawatir mentari terbit dan banyak orang melintas sun rise-an, Lalu Emzet berlari segera ke lokasi motor dengan kunci yang belum tercabut. Meninggalkan Saciko yang sedang menutup aurat dengan pakaian Ibu yang dicuri.
Lama menunggunya Ia tak kunjung menghampiri. Khawatir kemudian menengok. Namun penasaran juga karena lama, akhirnya terpaksa. Terkejut bukan kepalang, ternyata Saciko tak ada disana.
Lari dan berteriak memanggilnya, namun tak kunjung ada jawabnya. Lalu Emzet bingung. Lalu Emzet khawatir, terus berteriak sambil mencari jejak. Tak sedikitpun ciri gadis itu berlari, apalagi bersembunyi.
Semak-semak itu amburadul, namun nihil. Coba mencari bekas tragedi yang masih dalam sangka, tak ada jua ditemukan. (Bersambung)
Baca Sambungannnya DISINI