JUWITOUR POTENSI. Dari hulu kawasan Sub DAS Pohgading Sunggen dan Pancor Barong Kabupaten Lombok Timur-NTB, Gema Alam bergerilya menembus pelosok-pelosok tersembunyi. Terkadang harus rela bergumul dengan tantangan tofografis yang terjal. Fakta itu mereka lakukan untuk Perempuan Kaum Ibu kita.
Oleh : Mansyur.
Dari perjalanan menelusuri lorong-lorong tersembunyi yang cukup menguras waktu, tidaklah sia-sia. Banyak pelajaran berharga yang diperoleh dari masyarakt yang kata sebagian orang “terpinggirkan.” Bersama mereka justeru banyak memberikan pelajaran tentang arti kehidupan, tentang nilai-nilai kearifan lokal.
Ketikan mencoba berinteraksi dan menyelami sisi kehidupan kaum perempuan di pelosok yang mungkin dipandang tidak memiliki asa selain hanya sebagai ibu rumah tangga atau buruh tani. Justeru kekaguman yang terjadi, mereka ternyata memiliki cita-cita yang luar biasa, mereka memiliki semangat tinggi untuk sukses, mereka memiliki mimpi besar untuk merubah masa depan bangsa.
Mereka adalah cahaya terang yang sinarnya terhalang oleh tabir patriarki yang berlapis. Lapisan tersebut begitu sulit dibuka karena semangat itu masih menyala dalam dada pribadi-pribadi, belum mengarah kepada semangat kolektif.
Mereka menyadari keterbelakangan bukanlah keinginan dan bukan pula takdir, tetapi kondisilah yang membuat mereka dipandang sebelah mata.
Pada suatu hari, ketika berdiskusi dengan ibu-ibu di Modung Desa Mekar Sari, kami mencoba mengarahkan pembicaraan mereka dengan menanyakan apa yang menjadi cita-cita mereka, jawabanya cukup singkat dan spontan.
Ibu Asnama seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya di rumah tangga dan di ladang menyampaikan bahwa dia ingin menjadi ibu yang sukses dan berguna bagi orang banyak. “Saya mau sukses berguna buat banyak orang,” katanya agak tersipu malu.
Berangkat dari fakta tersebut, untuk membuka jalan agar cahaya tersebut dapat menerangi lingkungan sekitarnya, maka mimpi besar yang masih menggelora dalam diri pribadi perempuan harus diarahkan menjadi semangat kolektif.
Hanya dengan begitu mimpi besar mereka dapat diwujudkan. Semangat kolektifitas akan berjalan jika perempuan mengorganisasikan diri mereka. Maka kesadaran berorganisasi menjadi salah satu media alternative untuk mewujudkan cita-cita besar kaum perempuan.
Sebenarnya, di tempat-tempat yang paling pelosok sekalipun, bukan berarti belum ada kelompok-kelompok masyarakat, cukup banyak yang ditemukan. Hanya saja, jika melihat kriteria kelompok yang ideal, maka kelompok-kelompok masyarakat yang ditemukan bukanlah sebuah organisasi, karena system yang dibangun tidak mencerminkan kriteria organisasi yang ideal.
Banyak kelompok yang dibentuk tidak didasarkan semangat dan cita-cita yang sama, tetapi hanya sebagai alat untuk kepentingan yang besipat sesaat, bukan jangka panjang. Sebuah organisasi yang ideal mestinya lahir atas dasar kesadaran yang kuat, semangat dan cita-cita yang sama untuk melakukan perubahan dalam jangka panjang, bukan eventual.
Untuk mewujudkan terbangunnya organisasi yang ideal terutama bagi kaum perempuan di desa tidaklah mudah, membutuhkan pendekatan yang tepat, pendampingan yang intensip dan konsisten. Perkembangan dinamika yang terjadi di masyarakat setiap saat berubah, yang kemudian bisa saja setiap saat menjadikan cara pandang masyarakat juga akan berubah. Inkonsistensi sikap inilah yang menjadi tantangan dalam mewujudkan perubahan di masyarakat.
Menyadari hal tersebut, Gema Alam meyakini bahwa dengan melakukan pengorganisasian perempuan secara intensip dan konsisten perubahan itu pasti akan terjadi. Langkah yang dilakukan dimulai dengan mengadakan diskusi-diskusi, mengajak perempuan mengenali potensi dirinya kemudian merangkai mimpi pribadi mereka menjadi mimpi bersama yang kemudian melahirkan kesadaran kolektif sehingga lahirlah kelompok-kelompok perempuan yang beranggotan masyarakat dari latarbelakang pendidikan dan status social yang beragam.
Ketika perempuan mau menghimpun diri mereka dalam sebuah organisasi tidak lantas dikatakan sebagai bukti bahwa mereka sudah memiliki kesadarn berorganisasi yang kuat. Tidak berhenti sampai di sini, ini baru tahap awal, karena ini merupkan sikap yang bersfat sementara belum menjadi prilaku.
Dalam rangka menjadikan berorganisasi sebagai sprilaku pada diri mereka, maka penting diberikan pengetahuan tentang organisasi, manajemen dan kepemimpinan. Karena dengan begitu mereka memiliki landasan yang kuat, bukan sekedar ikut-ikutan.
Oleh karena itulah, Gema Alam didukung oleh OXFAM Indonesia tidak bosan-bosan bergerilya ke pelosok-pelosok untuk mendengarkan keluhan kaum perempuan, membantu merumuskan solusi, memberikan pemahaman tentang manajemen organisasi dan kepemimpinan.
Mulai dari Desa Mekar Sari, Sapit dan Suela Kecamatan Suela; Desa Beririjarak Kecamatan Wanasaba dan Desa Jurit Baru serta Pringgasela Selatan Kecamatan Pringgasela selatan.
Patut diapresiasi, semangat kaum perempuan untuk berorganisasi dipelosok-pelosok saat ini sudah mulai terbangun. Banyak dari mereka yang bersedia meluangkan waktunya untuk berkiprah di ranah public, meskipun sebatas di komunitas kecil.
Di Desa Mekar Sari ada Kelompok Wanita Terampil (KWT) yang memiliki cita-cita mengelola potensi Sumber Daya Hutan untuk membangun kemadirian ekonomi perempan, di Desa Sapit telah berdiri organisasi perempuan, yaitu Kelompok Perempuan Kreatif yang disebut KOMPAK yang juga bergerak dibiang pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), di Desa Suela lahir KAPSUL (Kelompok Perempuan Suela), di Beririjarak kelompok perempuan tergabung dalam organisasi GAPURA, di Pringgasela Selatan ada Kelompok Nine dan di Jurit Baru sudah lama berdiri KPKS.
Organissi perempuan tersebut lahir dari semangat dan kebutuhan bersama untuk berorganisasi, sehingga mereka masih bias berjalan tegap, meskipun aral yang dihadapi cukup besar. Hal ini disebabkan karena kesadaran berorganisasi sudah terbangun pada diri mereka. Melalui proses berorganisasi yang konsisten, saat ini banyak melahirkan kader-kader perempuan yang diperhitungkan oleh masyarakat.
Sumber : www.gemaalamntb.org.
Oleh : Mansyur.
Dari perjalanan menelusuri lorong-lorong tersembunyi yang cukup menguras waktu, tidaklah sia-sia. Banyak pelajaran berharga yang diperoleh dari masyarakt yang kata sebagian orang “terpinggirkan.” Bersama mereka justeru banyak memberikan pelajaran tentang arti kehidupan, tentang nilai-nilai kearifan lokal.
Ketikan mencoba berinteraksi dan menyelami sisi kehidupan kaum perempuan di pelosok yang mungkin dipandang tidak memiliki asa selain hanya sebagai ibu rumah tangga atau buruh tani. Justeru kekaguman yang terjadi, mereka ternyata memiliki cita-cita yang luar biasa, mereka memiliki semangat tinggi untuk sukses, mereka memiliki mimpi besar untuk merubah masa depan bangsa.
Mereka adalah cahaya terang yang sinarnya terhalang oleh tabir patriarki yang berlapis. Lapisan tersebut begitu sulit dibuka karena semangat itu masih menyala dalam dada pribadi-pribadi, belum mengarah kepada semangat kolektif.
Mereka menyadari keterbelakangan bukanlah keinginan dan bukan pula takdir, tetapi kondisilah yang membuat mereka dipandang sebelah mata.
Pada suatu hari, ketika berdiskusi dengan ibu-ibu di Modung Desa Mekar Sari, kami mencoba mengarahkan pembicaraan mereka dengan menanyakan apa yang menjadi cita-cita mereka, jawabanya cukup singkat dan spontan.
Ibu Asnama seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya di rumah tangga dan di ladang menyampaikan bahwa dia ingin menjadi ibu yang sukses dan berguna bagi orang banyak. “Saya mau sukses berguna buat banyak orang,” katanya agak tersipu malu.
Berangkat dari fakta tersebut, untuk membuka jalan agar cahaya tersebut dapat menerangi lingkungan sekitarnya, maka mimpi besar yang masih menggelora dalam diri pribadi perempuan harus diarahkan menjadi semangat kolektif.
Hanya dengan begitu mimpi besar mereka dapat diwujudkan. Semangat kolektifitas akan berjalan jika perempuan mengorganisasikan diri mereka. Maka kesadaran berorganisasi menjadi salah satu media alternative untuk mewujudkan cita-cita besar kaum perempuan.
Sebenarnya, di tempat-tempat yang paling pelosok sekalipun, bukan berarti belum ada kelompok-kelompok masyarakat, cukup banyak yang ditemukan. Hanya saja, jika melihat kriteria kelompok yang ideal, maka kelompok-kelompok masyarakat yang ditemukan bukanlah sebuah organisasi, karena system yang dibangun tidak mencerminkan kriteria organisasi yang ideal.
Banyak kelompok yang dibentuk tidak didasarkan semangat dan cita-cita yang sama, tetapi hanya sebagai alat untuk kepentingan yang besipat sesaat, bukan jangka panjang. Sebuah organisasi yang ideal mestinya lahir atas dasar kesadaran yang kuat, semangat dan cita-cita yang sama untuk melakukan perubahan dalam jangka panjang, bukan eventual.
Untuk mewujudkan terbangunnya organisasi yang ideal terutama bagi kaum perempuan di desa tidaklah mudah, membutuhkan pendekatan yang tepat, pendampingan yang intensip dan konsisten. Perkembangan dinamika yang terjadi di masyarakat setiap saat berubah, yang kemudian bisa saja setiap saat menjadikan cara pandang masyarakat juga akan berubah. Inkonsistensi sikap inilah yang menjadi tantangan dalam mewujudkan perubahan di masyarakat.
Menyadari hal tersebut, Gema Alam meyakini bahwa dengan melakukan pengorganisasian perempuan secara intensip dan konsisten perubahan itu pasti akan terjadi. Langkah yang dilakukan dimulai dengan mengadakan diskusi-diskusi, mengajak perempuan mengenali potensi dirinya kemudian merangkai mimpi pribadi mereka menjadi mimpi bersama yang kemudian melahirkan kesadaran kolektif sehingga lahirlah kelompok-kelompok perempuan yang beranggotan masyarakat dari latarbelakang pendidikan dan status social yang beragam.
Ketika perempuan mau menghimpun diri mereka dalam sebuah organisasi tidak lantas dikatakan sebagai bukti bahwa mereka sudah memiliki kesadarn berorganisasi yang kuat. Tidak berhenti sampai di sini, ini baru tahap awal, karena ini merupkan sikap yang bersfat sementara belum menjadi prilaku.
Dalam rangka menjadikan berorganisasi sebagai sprilaku pada diri mereka, maka penting diberikan pengetahuan tentang organisasi, manajemen dan kepemimpinan. Karena dengan begitu mereka memiliki landasan yang kuat, bukan sekedar ikut-ikutan.
Oleh karena itulah, Gema Alam didukung oleh OXFAM Indonesia tidak bosan-bosan bergerilya ke pelosok-pelosok untuk mendengarkan keluhan kaum perempuan, membantu merumuskan solusi, memberikan pemahaman tentang manajemen organisasi dan kepemimpinan.
Mulai dari Desa Mekar Sari, Sapit dan Suela Kecamatan Suela; Desa Beririjarak Kecamatan Wanasaba dan Desa Jurit Baru serta Pringgasela Selatan Kecamatan Pringgasela selatan.
Patut diapresiasi, semangat kaum perempuan untuk berorganisasi dipelosok-pelosok saat ini sudah mulai terbangun. Banyak dari mereka yang bersedia meluangkan waktunya untuk berkiprah di ranah public, meskipun sebatas di komunitas kecil.
Di Desa Mekar Sari ada Kelompok Wanita Terampil (KWT) yang memiliki cita-cita mengelola potensi Sumber Daya Hutan untuk membangun kemadirian ekonomi perempan, di Desa Sapit telah berdiri organisasi perempuan, yaitu Kelompok Perempuan Kreatif yang disebut KOMPAK yang juga bergerak dibiang pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), di Desa Suela lahir KAPSUL (Kelompok Perempuan Suela), di Beririjarak kelompok perempuan tergabung dalam organisasi GAPURA, di Pringgasela Selatan ada Kelompok Nine dan di Jurit Baru sudah lama berdiri KPKS.
Organissi perempuan tersebut lahir dari semangat dan kebutuhan bersama untuk berorganisasi, sehingga mereka masih bias berjalan tegap, meskipun aral yang dihadapi cukup besar. Hal ini disebabkan karena kesadaran berorganisasi sudah terbangun pada diri mereka. Melalui proses berorganisasi yang konsisten, saat ini banyak melahirkan kader-kader perempuan yang diperhitungkan oleh masyarakat.
Sumber : www.gemaalamntb.org.