Pendidikan, Guru dan Murid TGH. Umar - Kelayu

JUWITOUR ULAMA : TGH Umar Kelayu mula-mula belajar membaca Al-Qur’an pada Ayahandanya Kyai Ratane, kemudian pada Haji Muhammad Yasin yang juga berasal dari Desa Kelayu. Kemudian berguru pada Tuan Guru Haji Mustafa di Sekarbela yang ketika itu disebut-sebut masyarakat ahli Nahwu dan kepada Tuan Guru Haji Muhammad Amin di Sesele untuk belajar Tafsir, Qawaid, dan Ilmu Nahwu.

TGH.Umar menunaikan Ibadah haji pertama kalinya ketika berumur 14 tahun. Sumber lainnya menyebutkan bahwa Tuan Guru Haji Umar adalah tokoh termuda yang menunaikan Ibadah Haji dan tokoh pertama di sebut tuan guru oleh masyarakat Lombok Timur karena  pemberian gelar oleh guru-gurunya.

Dimana sebelumnya sebutan ulama di Lombok adalah Kyai yang mengadopsi bahasa Jawa. Ada juga yang menyangkalnya, namun sangkalan itu kurang jelas karena tidak disertai bukti sejarah yang kuat dengan pemafaran ketokohan yang bisa di percaya.

Selama di Makkah TGH.Umar mengikuti pengajian halaqah di Masjidil Haram, dan tinggal di sini selama 15 tahun, di antara gurunya adalah Syekh Musthofa Bin Muhammad Al-Afifi, salah seorang ulama ahli hadis. Syekh Mustafa Al-Afifi adalah guru dari para ulama Nusantara abad 19 M.

Beberapa di antaranya adalah : Hasan Mustafa Garut (1268H./1852M–1348H./1930M) ulama yang produktif menulis dalam bahasa Sunda, KH. Ahmad Khalil Bangkalan (1235H/1820M–1341H/1923M) dikenal sebagai guru para ulama Madura.

Sekembalinya dari menuntut ilmu di Tanah Suci Makkah, pada usia kurang lebih 29 tahun, beliau mulai membuka pengajian halaqah ala Masjidil Haram di teras rumahnya Bawa ’Sabo Gubug Tenga’ Kelayu. Dalam kurun waktu yang tidak lama, nama TGH Umar sudah tersebar luas di pulau Lombok sehingga murid-murid berdatangan dari berbagai desa baik di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah maupun Lombok Barat untuk menuntut ilmu agama di Desa Kelayu.

Tuan Guru Umar ke Tanah Suci


Setelah beberapa tahun memberikan pengajian pada masyarakat Lombok, TGH Umar berangkat ke Makkah untuk kedua kalinya. Di Tanah suci Makkah beliau juga mengajar pada pengajian halaqah ma’had di Masjidil Haram.

Pada waktu itu banyak warga asal Melayu yang tinggal di Kota Makkah dan sebagian besar di antara mereka belum memahami bahasa Arab secara aktif. Sementara itu pengajian halaqah di Masjidil Haram menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab yang diajarkan dengan pengantar bahasa Arab.

Hal ini mengakibatkan mukimin-mukimin yang berasal dari Melayu (Nusantara) tidak dapat mengikuti pengajian yang mereka harapkan dan niatkan dari tanah air. Atas dasar itu, TGH Umar juga membuka pengajian halaqah menggunakan pengantar bahasa Melayu.

Menurut riwayat, ia lebih banyak  memberikan pengajian di Makkah daripada di Lombok, bahkan di Kota Makkah beliau membuka toko Kitab. Berdasarkan hal tersebut, karena ketinggian ilmunya, TGH Umar diangkat sebagai Imam di Masjidil Haram sampai Akhir hayatnya.

Karya-karya dan Peninggalan Tuan Guru Umar


Beliau adalah seorang ulama  Suni, dalam pengajiannya beliau memfokuskan pada pelajaran Fiqih Mazhab Imam Syafi’i. Salah satu kitab Fiqih yang beliau ajarkan waktu itu adalah “Fathul Qorib”. TGH Umar juga mengarang Syair dan Nadzom-sejenis kitab Barzanji yang berisi pujian-pujian kepada Nabi Tabi’it Tabi’in, serta Kitab Burdah, berupa kumpulan do’a-do’a sholawat, sayangnya  sampai saat ini belum di temukan kitab-kitab karangannya tersebut.

Selain Kitab Burdah, hingga akhir hayatnya baru ditemukan dua buah Kitab yang dikarang, yaitu Kitab Usuludin Manaarul Amra« yang ditulis pada tahun 1295H, kitab ini menjelaskan tentang konsep-konsep ketuhanan, dalam aliran Asy’ariyah, di dalamnya terdapat penjelasan tentang sifat-sifat 20.

Jika diperhatikan secara seksama kitab ini banyak mengutip dari tulisan Syekh Zainuddin Sumbawa dari kitab Sirajul Huda yang merupakan syarah dari Ummu al-Barahin karya Imam Sanusi. Dan Lu’lu’il Masyhur yang ditulis pada tahun 1342 H, kitab ini menjelaskan tentang sejarah Rasulullah SAW dan ditulis ulang oleh Muh. Jamal bin Muhammad Amir tahun 1348 H. Kedua kitab ini sudah dicetak di percetakan Mulia Surabaya pada tahun 1369H/ 1949 M.


Murid-murid Tuan Guru Haji Umar


TGH. Umar mempunyai murid yang cukup banyak dari berbagai negeri dan daerah seperti : Palembang, Johor, Kedah, Jawa, Bali, Perak, Lampung dan Lombok. Murid-muridnya yang terkenal dan menjadi ulama’ besar di luar Lombok antara lain: Syekh Muhammad Zen Bawean (Makkatul Mukarramah),Tuan Guru Haji Abdul Patah Pontianak (kalimantan), Tuanku Haji Daud Palembang (Sumatra), Buya Haji Nawawi Lampung (Sumatra), Gurutta H. Abdurahim Kedah, KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdatul Ulama).

Sedangkan yang dari Lombok sebagai penerus perjuanganya antara lain; TGH. Rais Sekarbela, TGH. Saleh Hambali Bengkel, TGH. Abdul Hamid Pejeruk Mataram, TGH. As’ari Sekarbela, TGH. Abdul Karim Praya, TGH. Mali Pagutan, TGH. Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan, TGH. Syarafuddin Pancor, TGH. Badarul Islam Pancor (putra beliau), TGH. Muhammad Ali Kelayu  (Keponakan), TGH. Abdullah Kelayu, TGH. Zainuddin Tanjung, TGH. Mohammad Thohir Mamben, TGH. Nuh.

Dari murid-murid TGH Umar Kelayu tersebut banyak yang kemudian menjadi tokoh-tokoh penting di organisasi kemasyarakaatn Islam seperti NU dan NW di Lombok, juga banyak yang kemudian menjadi guru tarekat.  Para Tuan Guru ini kemudian selain membentuk jaringan yang lebih luas, mereka juga memiliki peran yang cukup penting dalam penguatan ajaran Islam pada abad ke 19 dan awal abad 20 di Lombok. Di antara mereka ada yang mendirikan pondok pesantren, dan melakukan rihlah dakwah.

Selain keterlibatan mereka dalam transmisi ke-Ilmuan, para Tuan Guru juga terlibat dalam Perang Lombok melawan penguasaan Bali-Sasak. Pada tahun 1891 -1894 M, dimana masyarakat Islam bersatu di bawah komando para Tuan Guru melawan penguasaan Bali-Sasak. Kalaupun pada akhirnya Belanda turut campur dalam mengusir penguasaan asal Bali di Lombok.

Setelah penguasaan Bali dapat dilumpuhkan di Lombok, Belanda yang tadinya sekutu orang-orang muslim, berbalik menjadi penjajah baru di Lombok. Sejak itulah awal mulainya koloni Belanda berkuasa di Lombok. Para Tuan Guru bersama murid-muridnya melakukan perlawanan terhadap Belanda sampai Penjajah meninggalkan Gumi Sasak   (Tanah Lombok).

Adapun sahabat karib TGH Umar yang terkenal seperti: Syekh Sayyid Yamani, Syekh Umar Bajunet Hadrami, Syekh Abdul Kadir Mandailing, Syekh Muhtar Bogor, Syekh Jamal Maliki (Mufti Mazhab Maliki), KH. Muhammad Khalil Bangkalan Madura, TGH. Muhammad Sidik Karang Kelok, TGH. Ibrahim Tanjung Luar, dan TGH. Muhammad Mertak.

Setelah cukup lama mengajar mengaji dan mengadakan Pembaharuan di tengah-tengah masyarakat baik di Lombok maupun Makkah, kondisi kesehatan TGH. Umar mulai menurun sejak tahun 1928 M. Sejak saat itu beliau istirahat memberikan pengajian di luar rumah bahkan ke masjid pun hanya pada hari Jum’at.

Pada saat itu, kondisiya sudah cukup uzur. Bahkan ketika pergi dan pulang dari masjid beliau diusung menggunakan juli (yaitu kursi rotan yang dipasangkan dua buah kayu panjang pada sisi kanan dan kirinya , dan diikat menggunakan tali ) serta diangkat oleh para jama’ahnya. Ini adalah salah satu bukti kecintaan Tuan Guru Umar terhadap umatnya, sekaligus bukti rasa tanggung jawabnya dalam membina umat Islam.

Pernikahan dan Keturunan TGH.Umar Kelayu


Selama hayatnya, TGH Umar pernah menikah tujuh kali. Pertama, menyunting gadis Kamasan Lombok Barat bernama Asiah, yang setelah menunaikan ibadah Haji bernama Hajjah Asiah. Hj Asiah melahirkan beberapa anak, yang pertama laki-laki bernama Muhammmad Rais, sehingga di Kelayu dan di Makkah beliau lebih akrab di panggil Ma’ Rais. Anak-anak yang dilahirkan sangat jarang yang berumur panjang, karena rata-rata meninggal sewaktu belum balig, kecuali yang bungsu bernama Akar. Setelah dewasa dan menunaikan ibadah Haji, Akar bernama TGH. Badarul Islam (sebutannya: Tuan Guru Badar ) TGH Badar kemudian menikahi putri dari Jero Mihram alias Haji Muhammad Kasim yang bernama Hj. Aminah sekitar tahun 1904. Sejak pernikahan tersebut TGH Badar tinggal berumah di Pancor.

TGH Umar menikah di Kota Makkah dengan Hj. Raden Roro ( Rr) Amnah binti Syekh Raden Tayyib berasal dari Banyuwangi Jawa Timur.  Hj.  Rr. Amnah adalah cucu dari Temenggung Banyuwangi yang bernama Temenggung Raden Pringgokusumo. Beliau dikarunia dua orang anak laki-laki dilahirkan di Kota Makkah pada hari Ahad tanggal 25 Robiul Akhir 1320 H. bernama Haji Ahmad Badarudin yang kemudian dimasa tuanya lebih di kenal dengan Haji Ahmad Tret-tet-tet. Di Pulau Lombok Haji Ahmad Tret-tet-tet sangat terkenal dan disegani karena karomahnnya.

Karomoh TGH.Umar Kelayu


Salah satu karomahnya yang disaksikan orang banyak yaitu ketika mengantar kepergian TGH Umar ke Labuhan Haji pada pemberangkatan hajinya. Ketika terakhir kali keberangkatannya  ke Tanah Suci Makkah  (Januari 1930), kapal Haji yang mengangkut ayahandanya tidak dapat angkat jangkar pada waktu yang telah dijadwalkan.

Konon, itu disebabkan haji Ahmad ingin ikut tetapi tidak diberikan. Pada saat itu beliau menghilang selama dua hari dua malam. Akhirnya kapal haji dapat diberangkatkan setelah beliau mengikhlaskan kepergian ayahandanya. Haji Ahmad telah wafat di Pulau Lombok pada tahun 1988 dan dimakamkan di Karang Kelok Mataram.

Istri-istri TGH Umar selain dari dua orang yang tersebut di atas ada juga dapat melahirkan anak dan ada juga yang tidak dapat melahirkan anak. Istri-istri beliau yang dapat melahirkan anak masing-masing : (1) Hajjah Aisyah dari Kelayu dinikahi pada bulan Jumadil Awwal 1324 H.

Beliau dikarunia dua orang anak, yaitu yang laki-laki bernama Haji Abdullah yang dilahirkan di Kota Makkah pada tanggal 19 Syawal 1347 H. dan yang perempuan bernama Hajjah Hurul’ain,  (2) Hajjah Aminah binti KH. Khalil Bangkalan Madura dan dikaruniai seorang anak bernama Hajjah Hafsah. (3) Hajjah Surati dikaruniai dua orang anak masing-masing Hajjah Subuhiyah dan Hajjah Husniyah. Istri-istri beliau ada sebagian telah wafat semasa hayat TGH Umar,  ada yang sudah dicerai sebelum wafatnya TGH Umar.